Kini jelaslah, bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin hanyalah untuk menyembah Allah, beribadah kepada Allah semata.
Namun kini ada sebagian orang yang salah dalam memahami arti dari ibadah. Mereka menganggap ibadah hanyalah terbatas pada hal-hal yang tercantum dalam rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Padahal sebenarnya ibadah sendiri tidak mempunyai arti sesempit itu. Sebaliknya rukun Islam inilah yang seharusnya menjadi titik tolak bagi seorang muslim dalam merealisasikan ibadah dalam seluruh aspek kehidupannya.
Muhammad Quthb dalam sebuah bukunya menuliskan : „Perasaan seorang muslim dalam perjalanan mencari rizki, mencari ilmu, mengupayakan kemakmuran bumi dan setiap aktivitas fisik, akal dan jiwanya adalah ibadah. Ibadah yang dilaksanakan dengan keikhlasan yang sama dengan keikhlasan untuk melaksanakan shalat."
Ternyata menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan pun bisa mempunyai nilai ibadah. Tentunya ada syarat-syarat tertentu, hingga sesuatu yang kita kerjakan dinilai Allah sebagai ibadah.
Rasulullah bersabda : „Bahwasan-nya segala amal perbuatan itu tergantung pada niat, ..." (HR. Bukhari-Muslim).
Ketiga syarat tersebut harus terpenuhi secara bersamaan. Jika satu saja syarat tidak terpenuhi, maka tidaklah layak suatu pekerjaan itu dinilai sebagai ibadah. Seperti contoh, seseorang ingin menuntut ilmu dengan niat yang ikhlas mencari ridha Allah. Namun ternyata ia menempuh cara & jalan pintas yang tidak sesuai dengan syariat. Maka gugurlah nilai ibadah dari usaha menuntut ilmu tersebut.
Ayat tersebut menerangkan bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk insan yang bertakwa. Jika ibadah itu tidak menghasilkan takwa, maka perlu ditinjau kembali kebenaran niat & pelaksanaan ibadah tersebut. Apakah sudah benar ia berniat dengan ikhlash mencari ridho Allah, apakah cara pelaksanaannya sudah sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulullah, dsb.
Banyak orang yang kini melihat sesuatu yang bathil itu seperti yang haq dan sebaliknya sesuatu yang haq itu seperti yang bathil hingga terjadi percampuran antara haq & kebathilan. Disinilah urgensi furqaan, yang dengannya kita dapat membedakan dan melihat dengan jelas bahwa sesuatu yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil.
Misalnya sebuah keluarga berada dalam kesulitan ekonomi. Tiba-tiba secara tidak disangka-sangka keluarga tersebut mendapat hadiah yang dapat mereka gunakan untuk meringankan beban ekonomi tersebut. Inilah rizki yang Allah janjikan bagi orang yang bertakwa.
Sepiring makanan yang mempunyai berkah akan dapat mengenyangkan sekeluarga. Sebalik-nya, makanan yang tidak mengandung berkah tidak akan dapat mengenyangkan, walaupun hanya satu orang.
Selain itu masih banyak lagi hasil dari takwa yang disebutkan dalam Al-Quran. Siapakah yang ingin mendapat anugerah tersebut ? Berusahalah menjadi manusia yang bertakwa dengan jalan taat beribadah kepada-Nya.
Sumber : Al-Qur’an & Hadits