Waktu Dalam Kehidupan

Sebagian orang berkata, „Hidup ini hanya sekali, maka bersenang-senanglah dalam hidupmu." Mungkin dia lupa, bahwa dari hidup yang cuma sekali itu setiap jiwa juga akan ditentukan, surgakah tempat kembalinya, atau neraka yang akan menjadi awal penyesalannya. Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (QS. 89:24)

Waktu adalah salah satu dari sekian banyak nikmat Allah bagi manusia. Waktu yang telah lalu tidak akan ditemukan lagi hari ini dan waktu hari ini juga tidak akan berulang esok hari.

Islam Memandang Waktu

Bagaimana pentingnya Islam memandang soal waktu ini, dapat dilihat dari sumpah Allah dalam Al-Quran dengan menggunakan kata waktu. „Demi masa ..." (QS. 103:1).

Ini adalah penekanan Allah bagi hamba-Nya untuk memperhatikan masalah pentingnya waktu.
Waktu adalah pedang. Artinya, jika seseorang tidak mengambil manfaat dari waktu yang dimiliki-nya, maka waktu itulah akan menjadi bumerang baginya. Lihatlah bagaimana penyesalan orang-orang yang telah menyia-nyiakan waktu hidupnya di dunia : Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (QS. 89:24)

„Waktu adalah kehidupan". Itulah kata-kata dari seorang ulama Hasan Al-Banna yang bermakna  sangat dalam. Manusia yang tidak memperhatikan waktu sama saja dengan orang yang tidak memper-hatikan kehidupan, dan yang membuangnya, berarti juga mencampakkan kehidupan.

Waktu Luang & Sempit

Sebagian orang berpendapat bahwa waktu yang dimilikinya begitu sempit karena setumpuk kegiatan yang harus dikerjakan. Namun ada juga sebagian yang lain berpendapat (yang barangkali membuat kita heran) bahwa waktu luangnya begitu banyak, sampai-sampai ia bingung, kemana harus dia buang waktu luangnya itu.

Dalam hadits riwayat Bukhari,  Rasulullah bersabda, bahwa ada dua nikmat yang sering terlupakan, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. Apakah kita termasuk orang yang melupakan nikmat tersebut ?

Bagi seorang muslim, sebenarnya tidak dikenal konsep membuang waktu luang. Bagaimana ia bisa membuang waktu luangnya sedang-kan masih setumpuk tugas umat Islam yang belum dikerjakan ? Dari mulai ilmu yang harus dipelajari untuk mengejar ketertinggalan umat Islam ... sampai pada cucian piring yang masih menunggu uluran tangan. Masihkah   waktu luang akan dibuang ? Apalagi jika kita bertanya pada seorang ibu rumah tangga. Berapa waktu luangnya dalam sehari ?

Jika saja waktu itu dapat dibeli dengan uang, niscaya kita akan berebut untuk membelinya agar dengannya kita dapat lebih banyak beramal ibadah. Namun sudah menjadi sunatullah, bahwa waktu yang telah berlalu tidak akan kembali walau sedetik pun, sampai hari kiamat nanti.

Prioritas Kerja & Kerancuan Waktu

Menempatkan prioritas sebelum memulai suatu pekerjaan menjadi satu hal yang mutlak. Dengan mengetahui prioritas kerja tersebut, seseorang akan dapat dengan tepat mengalokasikan waktunya secara efisien.

Ketidakmampuan dalam me-nentukan prioritas kerja dan alokasi waktu, dapat kita lihat dari adanya fenomena kerancuan waktu.

Diantara fenomena yang dapat dilihat atau dirasakan (jika pernah mengalaminya) yaitu ketika seseorang lebih sibuk dengan kerja sampingan dari pada kerja pokok. Waktu yang seharusnya efisien digunakan, hanya diberikan untuk  urusan yang tidak urgen. Dan yang lebih menyedihkan lagi ketika waktu banyak terbuang tanpa kerja, tanpa ibadah, tanpa hasil yang bermanfaat.

Ketika seseorang telah selesai dengan masalah-masalah yang tidak penting tersebut dan waktu tinggal sedikit, mungkin barulah dia sadar bahwa masih ada kerja pokok yang harus diselesaikan. Apa akibatnya ? Penumpukan kerja. Sehingga tidak jarang mereka berkata, „Wah ... saya tidak ada waktu, lagi sibuk sekali !" dan sebagainya. Siapa yang salah ?

Tanggung Jawab Waktu

Kembali pada prinsip diatas, bahwa waktu adalah kehidupan, dan bahwa kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang tersedia, marilah kini kita mencoba untuk kembali menata waktu dan mengisinya dengan ibadah yang ikhlas sebagai tanda syukur atas nikmat waktu yang telah Allah berikan, hingga di hari akhir nanti kita dapat memper-tanggungjawabkan nikmat tersebut di hadapan Allah Ta’ala. 

Al-Qur’an & Hadits
Ummi no 2 / 6 / 1994