Pedoman Islam Dalam Menata Waktu

Suatu kali Ummar bin Khattab menasehati seseorang yang merelakan waktunya berlalu negitu saja tanpa ada manfaat yang ia peroleh, „Saya benci melihat orang punya waktu luang tanpa diisi dengan kegiatan ukhrawi, tak pula kegiatan duniawi."

Bagi seorang muslim waktu adalah kehidupan. Dan mengisi waktu dengan karya positif berarti sama dengan membangun kehidupan yang lebih baik. Seorang Ulama berkata, „Kewajiban yang ada lebih banyak dari waktu yang tersedia." Karena itulah, tidak ada alasan bagi seseorang untuk hanya duduk bersantai dalam mengisi waktunya.

Seorang muslimah tentu mempunyai banyak kewajiban selama kehidupannya. Menuntut ilmu, mengurus rumah tangga, mengasuh anak serta kegiatan lainnya yang cukup menyita waktu luangnya. Manajemen waktu yang tepat, itulah yang dibutuhkan oleh setiap muslimah. Hingga tidak ada sedetik pun waktu yang terlewatkan tanpa diambil manfaat yang ada di dalamnya.

Setiap orang tentu mempunyai pola penataan waktu yang berbeda. Beberapa faktor yang penting dalam menentukan pola penataan waktu tersebut ialah :

1 Mengetahui urgensi waktu.

Mengetahui nilai waktu berarti mengetahui nilai kehidupan, karena waktu adalah kehidupan. Dalam Al-Quran Allah bertanya : „Allah bertanya, berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi ?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung". (QS. 23:113)

Muhammad Al-Ghazaly berkata, „Yang bisa mengisinya dengan hal-hal yang baik, baginya waktu menjadi kawan dan sebaliknya"

2 Menyadari bahwa setiap detik yang berlalu akan ada perhitungannya di hadapan Allah.

Waktu adalah salah satu nikmat yang harus dipertanggungjawabkan kelak.

Allah berfirman : „Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang keni'matan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu )." (QS. 102:8)

Rasulullah bersabda : „Tidak akan melangkah kedua kaku seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya empat perkara : usianya, untuk apa dia habiskan; masa mudanya, bagaimana ia habiskan; hartanya, dari mana ia dapatkan dan pada jalan apa dia keluarkan; serta ilmunya, apa yang telah ia perbuat dengannya." (HR. Al-Bazzar dan Thabrani)

3 Memahami bahwa ibadah tidak terbatas pada hanya shalat dan ibadah ritual sejenis-nya. I

badah adalah segala kegiatan yang dilakukan dengan ikhlas untuk mencapai ridha Allah. Selain aktivitas ritual, upaya memakmur-kan bumi dengan menggali, mendayagunakan dan mengembang-kan potensi alam juga merupakan ibadah. Hal inilah yang membutuhkan kreativitas dari segenap umat Islam.

4 Adanya keseimbangan antara kegiatan yang bersifat ruh, akal dan jasad.

Yaitu dengan tidak melupakan bahwa akal, jasad dan ruh membutuhkan makanan yang sesuai dengan yang dibutuhkan masing-masing. Keseimbangan ketiganya akan menjadi bekal bagi muslimah untuk menjalankan tugas-tugasnya.

Dari sisi ruhiyah, contohnya dengan memasukkan jadwal untuk membaca Al-Qur’an. Untuk akal, dengan membaca buku-buku yang bermanfaat. Sedangkan bagi jasad dengan melakukan olah raga. Selain itu, istirahat juga merupakan hal penting yang tidak boleh terlupakan.

Ali bin Abi Thalib berkata, „Berilah hatimu waktu untuk beristirahat, karena hati itu kalau dipaksa akan menjadi buta."

5 Tidak melupakan faktor kemampuan, tenaga dan waktu yang dimiliki dalam mengoptimalkan waktu.

Kegiatan yang terlalu padat akan dapat membebani seseorang, hingga akhirnya tidak satu pun tugaas yang dilaksanakan dengan baik.

Allah berfirman : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan ke-sanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. ... (QS. 2:286)

Rasulullah bersabda : „Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan sesuatu dengan itqan (tertib, rapi)." (HR. Al-Baihaqi)

6 Tidak mengobral janji.

Semakin banyak janji yang dibuat, maka semakin padatlah agenda kegiatan. Karena betapa pun kecilnya, janji itu harus dipenuhi. Alhamdulillah jika semua janji bisa terpenuhi. Jika tidak, maka hanya akan menambah daftar dosa karena tidak menepati janji.

Rasulullah bersabda : „Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia menyalahinya dan jika diamanati ia berkhianat." (Mutafaq Alaih)

Dengan mengetahui 6 pedoman dalam menata waktu ini, insya Allah seorang muslimah akan dapat menata waktunya dengan baik. Ia akan tahu bagaimana caranya menempatkan segala kegiatannya sesuai dengan prioritas masing-masing.

Para ulama mengatakan, bahwa waktu adalah bagian dari pengobatan. Sejauh mana keampuhan obat tersebut, tergantung dari bagaimana seseorang dapat memanfaatkannya.

Sumber : Ummi 2 / VI / 1994