Shalat Wanita

A.  Shalat wanita yang sedang haid, nifas & istihadhah

Wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh melakukan sholat, dan tidak perlu mengganti shalatnya yang tertinggal selama haid ataupun nifas. Istihadhah adalah darah yang keluar dari bagian bawah rahim selain waktu haid dan nifas. Wanita yang istihadhah wajib tetap melaksanakan shalat, juga puasa Ramadhan, dan setiap hendak shalat harus bersuci dulu.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw. :
· Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., Rasulullah Saw. bersabda: „Bukankah wanita itu tidak melakukan shalat dan puasa bila sedang haid ?" (Riwayat Al-Bukhari)
· Dari Ummu Salamah ra., ia berkata: ‘’Salah seorang istri Nabi Saw. mengalami nifas selama 40 malam, sedang Nabi saw. tidak menyuruh dia mengganti shalat yang tertinggal selama nifas." (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
· Dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Fatimah binti  Abi Hubaisy datang kepada Nabi Saw. lalu berkata: „Sesungguhnya aku ini wanita yang istihadhah hingga tak kunjung suci, maka apakah aku harus meninggalkan shalat terus-menerus ?’’ Nabi Saw berkata: „Tinggalkan shalat pada hari-hari haidmu saja, kemudian mandi dan berwudhu’ tiap kali hendak shalat, seterusnya lakukanlah shalat sekalipun ada darah menetes di tikar." (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan lainnya)

Tentang menjawab adzan, bagi wanita yang sedang haid, nifas atau istihadhah Insya Allah diperbolehkan.

B.  Tentang shalat wanita di masjid, menjadi imam dan shaf wanita dalam shalat

Wanita boleh shalat di masjid, tetapi shalat di rumah lebih utama. Mengenai  wanita menjadi imam shalat adalah tetap sah, jika yang diimami juga sesama wanita, sedang untuk menjadi imam bagi laki-laki tidaklah sah.

Shaf wanita dalam shalat: Dari Abu Hurairah ra. berkata: Sabda Rasulullah Saw. : „Sebaik-baik shaf orang lelaki ialah yang terdepan, dan yang terburuk ialah yang terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita ialah yang terakhir, dan yang terburuk ialah yang terdepan."

C.  Menggendong bayi selagi shalat

Menggendong bayi selagi shalat boleh dilakukan, karena Nabi Saw sendiri meriwayatkan: „Bahwa beliau Saw. shalat, sedang di depannya ada cucu beliau, putri Zainab. Cucu beliau itu merangkul pada leher beliau. Bila ruku’, maka ia beliau letakkan, dan bila ia bangkit dari sujud, diambilnya kembali ke leher beliau."

Sumber: Fiqih Wanita (Karya Ibrahim Muhammad Al-Jamal