Seorang anak yang sembrono menyebrangi jalan raya bersama ibunya. Karena khawatir si Ibu berusaha menggandeng anaknya, namun demikian si anak terus meronta dan ingin cepat-cepat sampai di seberang jalan. Kemudian terjadilah apa yang dikhawatirkan si Ibu. Sebuah mobil dari arah kanan datang dengan tiba-tiba hampir saja menabrak si anak. Tentu saja perasaan yang paling dominan pada si Ibu adalah perasaan bersyukur dan bahagia melihat anaknya tidak cedera sedikitpun. Namun demikian bukanlah ungkapan bahagia yang terlontar, sebaliknya si Ibu memarahi anaknya. Kemarahan Ibu dapat membekas dalam di hati anak apalagi bila disangkutkan dengan momen yang mengejutkan seperti itu. Tidak mustahil bila si anak akhirnya mempunyai image yang buruk terhadap sang ibu, "Oh, Ibuku ternyata galak ya !", padahal si Ibu sayang terhadap anaknya.
Bukankah lebih baik bila si Ibu mengatakan, "Nak... Ibu sangat bahagia ternyata engkau tidak cedera sedikitpun, makanya Ibu dari tadi mengkhawatirkanmu, tapi kamu tidak mau Ibu gandeng." Dengan ungkapan seperti ini si anak akan sadar betapa ibunya sayang terhadapnya. Dengan demikian jalinan kasih sayang anak dan Ibu semakin erat dan si anak akan segera menyadari kesalahannya.
Rasulullah SAW mencontohkan kita untuk mengungkapkan rasa kasih sayang
secara terus terang. Suatu ketika Abdullah bin Sarjas ra. berkata kepada
Rasulullah:
"Aku mencintai Abu Dzar".
"Apa sudah kau kabarkan kepadanya ?", tanya Rasulullah.
"Belum".
Lalu Rasulullah memerintahkan agar ia memberitahukan
kecintaannya itu kepada Abu Dzar.
"Wahai Abu Dzar, aku mencintaimu karena Allah,"
ucap Abdullah.
"Semoga Allah mencintaimu, yang engkau cintai
aku karenanya," balas Abu Dzar.
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah akan
memberi pahala bagi siapa yang mengatakan perkataan itu."
Dari Abu Hurairah ra. berkata: "Nabi SAW. mencium al-Hasan bin Ali. Maka berkata al-’Aqra’ bin Habis: "Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, tak seorang pun di antara mereka yang aku cium". Maka Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang tidak mengasihsayangi, ia tidak akan dikasihsayangi." ( HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis-hadis di atas dengan jelas mengajarkan kepada kita bahwa ciuman memiliki peranan penting dalam membangkitkan perasaan dan emosi anak, bahkan selain itu mampu meredakan perasaan amarahnya, dan menambah eratnya hubungan dan cinta dengan orang tuanya. Bagi anak, hal ini adalah suatu bukti rasa kasih sayang kedua orang tuanya. Seorang ibu atau bapak yang mencium anaknya membuktikan adanya perhatian terhadap anaknya. Janganlah segan-segan mengantarkan anak kita dengan ciuman manis di kening sebelum tidurnya. Hal ini akan menentramkannya ketika akan tidur.
Meluangkan waktu bermain dan bercanda dengan anak adalah satu hal yang amat penting. Dengan demikian jalinan keakraban antara anak dan orang tua akan terjalin erat.
Suatu hal yang amat disayangkan apabila kita membiarkan anak kita bermain dengan teman-teman sebayanya tapi ternyata kita tidak dapat meluangkan waktu untuk bermain bersamanya. Maka jadilah si anak akrab dengan teman-teman lingkungannya. Padahal belum tentu lingkungannya itu islami.
Bagaimana kita dapat menanamkan nilai-nilai islami apabila kita tidak dapat akrab dengan anak-anak kita sendiri. Tugas bermain dan bercanda dengan anak bukan saja terletak pada pundak ibu, bahkan seorang ayah pun patut meluangkan waktunya untuk bermain dengan anak-anak.
Umar bin Khattab pernah berkata: "Seharusnya seorang ayah di tengah-tengah keluarganya berlaku kekanak-kanakkan, namun kalau dilihat dirinya sesungguhnya , maka ia adalah laki-laki yang ksatria. Demikianlah Akhlaq mulia Rasulullah saw. terhadap anak-anak yang patut kita contoh. Anak-anak adalah harapan kita, pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak amat tergantung pada rasa kasih sayang yang dicurahkan oleh orang-orang di sekelilingnya. Dalam hal ini yang paling berperan penting adalah kita sebagai orangtuanya, tempat kembali bagi anak untuk merasakan dekapan hangatnya rasa kasih sayang.
Disadur dari: Ishlah no.13Th II,1994/1415