Pendidikan Iman

Suatu ketika datang seorang lelaki menghadap Khalifah Umar bin Khatthab mengadukan kedurhakaan anaknya. Kemudian Umar r.a mendatangkan anak itu untuk menceritakan kedurhakaannya dan kelalaiannya terhadap terhadap hak-hak orang tuanya.

Anak itu memulai dengan suatu pertanyaan: „Wahai Amirul mu’minin ! Bukankah anak juga mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh bapaknya ? ." Jawab Umar „ Tentu !" „ Apakah itu ya Amirul mu’minin ?" Tanya anak itu selanjutnya. Umar r.a menjawab „ Memilihkan untuknya ibu yang sholihah, memberinya nama yang baik, dan mengajarinya Al Qur’an !"

Lalu anak itu berkata : „Wahai, Amirul mu’minin, sesungguhnya bapakku belum pernah melakukan salah satupun diantara semua itu. Adapun ibuku adalah orang yang tidak mengenal Islam, aku diberinya nama Ju’al ( kumbang kelapa ), dan belum pernah diajarinya aku satu hurufpun dari al Qur’an ."

Umar r.a lantas menoleh kepada lelaki itu dan berkata: „ Engkau telah datang kepadaku untuk mengadukan bahwa anakmu telah berbuat durhaka kepadamu !, padahal sesungguhnya engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu !"

Orang tua dan anak , ibarat petani dan tanamannya . Baik buruknya tanaman, sangat ditentukan oleh perlakuan si penanam. Jika ia memilih dan menyiapkan ladang subur untuk benihnya, lalu senantiasa menyiraminya dengan air yang bersih (tidak tercemar ), ditambah dengan perawatan yang teratur, niscaya tanamannya pun akan tumbuh subur. Apalagi kalau rumput dan gulma senantiasa disiangi, hama disemprot, dan pupuk tak lupa ditabur, maka akan semakin kokoh dan kuatlah tanaman itu. Buahnya akan lebat, menngiurkan dan mempesona.

Sebaliknya, jika petani memilih dan menyiapkan ladang gersang untuk bibitnya, menanamnyapun asal-asalan, rumput dan gulma tak pernah disiangi, air pun mengalir kadang-kadang, maka tanamanpun akan tumbuh meradang, mungkin layu, lalu hilang !. Tinggallah sang petani tepekur menyesali nasibnya , tak ada satupun buah yang bisa dipetik. Kasihan !

Kisah dan perumpamaan diatas cukuplah menjadi pertimbangan dan gambaran bagi kita, betapa berat tanggung jawab orang tua terhadap diri anaknya. Ia harus memberikan yang terbaik untuk anaknya untuk kelak dioertanggungjawabkan dihadapan Allah swt. Setelah memilihkan ibu yang terbaik buat anaknya , ia harus memberikannya nama yang baik, sebagaimana tuntunan Rasulullah saw:

„Sesungguhya pada hari kiamat nanti kamu akan dipanggil dengan nama kamu dan nama bapak kamu. Oleh karena itu , buatlah nama nama yang baik untukmu sekalian." ( HR Abu Daud dari Abu Darda )

Tentu kita semua berharap anak-anak kita akan dipanggil namanya bersama para Shahabat yang Allah beri jaminan Syurga, yang Allah ridhloi dan yang ridhlo pada Allah, dan bersama para pejuang Islam yang Allah karuniakan Syurga pada mereka. Bukan bersama-sama artis atau orang-orang yang Allah murkai perbuatannya.

„Barang siapa meniru-niru suatu kaum , maka dia termasuk kaum tersebut." Sabda Rasulullah saw.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya , anak akan belajar dari apa yang ada dan apa yang ditemui dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu orang tua sudah semestinya menciptakan suasana yang kondusif ( mendukung ) bagi pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya.

Pendidikan yang sangat mendasar adalah pendidikan Iman. Ia menjadi dasar bagi seluruh proses pendidikan berikutnya. Ibarat bagian dari suatu bangunan, ia adalah fondasi. Tinggi-rendah dan megah tidaknya suatu bangunan sangat tergantung dari fondasinya. Anak yang terlahir dalam fithrah yang hanif harus disiram dengan nilai-nilai Ilahiyah agar kehanifannya terjaga. Pemdidikan Iman ini sangat penting untuk mengikat anak dengan Islam, menanamkan dasar aqidah yang bersih, dan membiasakan anak dengan nilai-nilai ibadah sejak kecil. Mencelupnya dalam celupan ( sibghah ) yang terbaik. „Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah" {2:138}

Anak yang memperoleh pendidikan iman sejak dini, akan membekas dalam-dalam dalam sanubarinya. Ibarat kain yang dicelup dalam pewarna dan dibiarkan berhari-hari didalamnya, sehingga tidak ada pori-pori sekecil apapun yang tidak terwarnai . Bukan seperti kapur yang dicelup dalam segelas air tinta , lalu segera diangkat. Hanya pinggirnya yang tipis yang terwarnai. Celupan pendidikan imani semenjak kecil akan sangat berpengaruh dalam kehidupan dia selanjutnya. Ia hanya akan menerima Islam sebagai pengatur kehidupannya, Al Quran sebagai pedomannya , dan Rasulullah sebagai teladannya. Keimanan yang terpatri dalam hati akan menghiasi lisan serta jasadnya , Islam akan melekat menjadi baju bagi dirinya sehingga dia akan malu menanggalkannya.

Rasulullah memberikan petunjuk dalam pendidikan iman ini , diantaranya :

1.Membuka kehidupan anak dengan kalimat „ la ilaha illa Allah. „

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi SAW. bahwa beliau bersabda :

„Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan La Ilaha Illa Allah".

Rahasianya adalah agar kalimat tauhid dan syi’ar masuk Islam itu merupakan sesuatu yang pertama masuk kedalam pendengaran anak, kalimat yang petama diucapkan oleh lisannya dan lafazh pertama yang dipahami anak. Rasulullah menganjurkan menyuarakan adzan di telinga kanan anak dan iqamah di telinga kirinya. Upaya ini mempunyai pengaruh terhadap penamaan dasar-dasar akidah, tauhid dan iman bagi anak.

2. Mengenalkan Hukum-hukum Halal dan Haram Kepada Anak.

Ibnu Jarir dan Ibnu ‘I-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa ia berkata :

„ Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka".

Rahasianya adalah agar ketika anak membukakan kedua matanya dan tumbuh besar, ia telah mengenal perintah-perintah Allah, sehingga ia bersegera untuk melaksanakannya, dan ia mengerti larangan-larangan-Nya, sehingga menjauhinya. Apabila sejak anak memasuki masa baligh telah memahami hukum-hukum halal dan haram, di samping telah terikat dengan hukum-hukum syari’at, maka untuk selanjutnya, ia hanya akan mengenal hukum dan undang-undang Islam.

3. Menyuruh Anak Untuk Beribadah Pada Usia 7 ( tujuh ) tahun.

Al-Hakim dan Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Amr bin Al-’ash ra. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda :

„Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan shalat dan pisahkanlah tempat tidur mereka."

Dari perintah shalat ini, kita dapat menyamakan dengan puasa ( shaum ) dan haji. Kita latih anak-anak untuk melakukan shaum jika mereka kuat,dan haji jika bapaknya mampu. Rahasianya adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah ini sejak masa pertumbuhannya. Sehingga, ketika anak tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, berpegang kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Disampingitu, anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah-ibadah ini.

4. Mendidik Anak Untuk Mencintai Rasul, ahli Baitnya ( keluarganya) dan Membaca Al-Quran.

At-Thabrani meriwayatkan dari Ali ra. bahwa Nabi bersabda :

„Didiklah anak-anak kamu pada tiga perkara : mencintai Nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Al-Quran . Sebab, orang yang memelihara Al Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari dimana tidak ada perlindungan selain daripada perlindunga-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang suci".

Hal-hal yang mesti diajarkan kepada mereka adalah cara hidup Rasulullah, perjalanan hidup para Shahabat, serta kepribadian para pemimpin yang agung. Rahasianya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu ,baik keimanannya, aktivitasnya maupun perjuangan mereka. Disamping itu agar anak-anak terikat dengan sejarah kejayaan Islam dan Al-Quran.

Itulah diantara rambu-rambu pendidikan anak dalam Islam . Rasulullah telah membuktikan keberhasilan metoda ini dengan mengangkat generasinya menjadi generasi terbaik di panggung sejarah dunia. Maka tidak ada keraguan lagi bagi kita untuk segera menirunya.

Anak adalah amanah Allah yang tidak ternilai harganya, dan kelak , di pengadilan abadi , Allah akan menanyakan sebuah peringatanNya: „Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. {QS. 66:6}

Wallahu a’lam..!