Agar Anak Tetap Kreatif
Ada 3 ciri anak kreatif yang dominan :
1. Spontan
2. Rasa ingin tahu
3. Tertarik pada hal-hal yang baru
Dan ternyata ke 3 ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti
semua anak pada dasarnya adalah kreatiff, dan faktor lingkunganlah yang
menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban orang tua sebenarnya
bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif
sebagaimana aslinya. Apakah kita sebagai orang tua mampu untuk mempertahankan
kreatifitas anak ? ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu kita untuk
memahami sudah seberapa jauh kemampuan kita dalam hal ini :
a) Apakah kita menerima segala kelebihan dan kekurangan anak kita dan
apakah kita mensugesti mereka bahwa mereka mampu atau sebaliknya ?
b)Apakah kita senantiasa menyadari bahwa setoap individu adalah unik
dan setiap anak ada-lah otentik, tidak sama dan tidak akan dapat disamakan
dengan anak lain ?
c)Apakah kita menyadari bahwa kreatifitas itu bersifat multi dimensional
dan setoap anak memiliki kimensi kreatifitasnya sendiri-sendiri ?
d) Sudahkah kita mencoba mencari dan menelusuri sendiri minat-minat
dan bakat-bakat apa yang dimiliki oleh anak-anak kita satu persatu ?
e) Apakah kita telah memberikan dorongan dan cukup menghargai gagasan-gagasan
anak kita, atau sebaliknya ?
f) Sudahkah kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap
apa-apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita, misalnya dengan ikut
melakukan aktifitas bersama anak ?
g) Apakah kita senantiasa memper-kenalkan berbagai hal yang baru
kepada anak-anak kita, atau justru sebaliknya (menyembunyikannya) ?
h) Apakah kita menghadapi anak-anak kita secara santau atau dengan penuh
ketegangan ?
i) Sudahkan kita memberikan waktu, tempat, kemudahan dan bahan-bahan
agar anak kita kreatif ?
j) Sudahkah kita memberikan anak-anak kita iklim dan pojok khusus untuk
melakukan aktifitas mereka ?
k) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak kita atau kita lebih
tertarik untuk memperhatikan prosesnya ?
l) Apakah selama ini kita menilai hasil kreasi anak dengan menggunakan
perspektif kita atau dengan menggunakan perspektif anak ?
m)Apakah kita selama ini cukup terbuka terhadap gagasan dan kreasi anak
yang tidak lumrah ?
n)Sudahkah kita memberi penguatan terhadap hasil kreasi anak atau justru
melemahkannya ?
4 Kunci Mempertahankan Kreatifitas Anak
Membangun kepribadian anak dengan modal cinta
Dengan cinta maka orangtua dapat menerima anak apa adanya. Terlepas dari
apakah orangtua melihat kelebihan anak ataukah tidak, terlepas dari apakah
orangtua menyukai cacat (kelemahan) anak atau tidak. Tentu saja hal ini
hanya mungkin bagi orangtua yang memiliki tanggungjawah. Orangtua yang
baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Karena
setiap individu adalah unik. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita,
tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Seperti kita lihat sahabat
Umar ra, Abu Bakar ra dan sebagainya, mereka tidak memiliki karakter yang
sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami.
Keunikan mereka justru menjadian mereka ibarat bintang-bintang yang
gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya
bintang yang lain. Begitu pula halnya dengan kreatifitas, setoap sahabat
adalah insan kreatif. Masing-masing mereka memiliki dimensi kreatifitas
sendiri-sindiri. Salman Al-Farisi penggagas perang parit, Umar bin Khattab
penggagas ketertiban lalu lintas, Abu Bakar Ash-Shiddiq penggagas tegaknya
sistim ekonomi islam, Khalid bin Walid penggagas strategi perang moderen
dan banyak lagi.
Tinggal yang menjadi masalah sekarang adalah, kita para orangtua kurang
bersungguh-sungguh untuk menemukan bakat-bakat dan minat-minat yang dimiliki
oöeh anak. Seolah-olah kita para orangtua lebih suka anak kita menjadi
fotokopi orang lain, ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh.
Kalau anak-anak Amerika dengan shibghah (celupan) individualis liberalis
dapat mengatakan : I want to be me ! Mengapa anak-anak kita, anak muslim
tidak dapat mengatakan : Ana Abdullah ( Saya abdi Allah) ! Kalau kepribadian
menentukan kreativitas, maka seorang muslim pada hakekatnya memiliki potensi
kreatif lebih besar dibandingkan ummat-ummat lainnya. Karena kepribadian
islam tiada tandingannya.
Menumbuhkan dan Mengem-bangkan Motivasi
Kepribadian yang kuat biasanyaa memiliki motivasi yang kuat pula. Tapi
karena kreatifitas itu dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka
dorongan dari luar juga diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam
hal ini para orangtua banyak berperan. Dengan komunikasi dialogis dan kemampuan
mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargaai, diperhatikan,
dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala
kelemahan dan keterbatasannya. Dengan ini anak akan memiliki dorongan yang
kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain
komunikasi dialogis dan mengdengar aktif, untuk memotivasi anak agar lebih
kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius kepada aktifitas
yang tengah dilakukan oleh anak kita. Seperti misalnya melakukan aktifitas
bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan shoum dan shalat bersama
anak-anak kita, mengapa untuk aktifitas yang lain kita tidak dapat melakukannya
? Bukanlah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang
harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru ? Dengan demikian sesungguhnya
seorang muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak
mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua muslim
senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai
hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Agar mereka
lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Suatu hal
yang perlu dicatat dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah serekreatif
mungkin dan hindarilah kesan-kesan rekonstruktif.
Mensistimatisir Proses Pembentukan Anak Kreatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pembentukan anak
kreatif adalah :
Pertama : Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang
memadai.
Mengenai waktu dapat berkisar antara 5- 30 menit setiap hari, sangat
tergantung pada bentuk kreatifitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu
pula halnya dengan tempat, ada yang memerlukan tempat yang khusus
dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu
canggih, tergantung sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus
selalu baru, lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
Kedua : Mengatur selang seling kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian
rupa agar dalam melakukan aktifitas tersebut anak-anak terkadang melakukan
aktivitas secara individual, tetapi adakalanya juga melakukan aktifitas
secara kelompok. Terkadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif,
terkadang juga secara kooperatif.
Ketiga : Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan
aktifitas
Kita dapat menyediakan satu sudut di rumah untuk menghamparkan sajadah
dan kemudian shalat diatasnya. Mengapa kita tidak dapat menyediakan sudut
khusus untuk kreatifitas anak-anak kita ?
Keempat : Memelihara iklim kreatifitas agar tetap terpelihara
Caranya dengan mengoptimalkan point-point yang telah disebutkan pada
kunci no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak.
Mengevaluasi Hasil Kreativitas
Selama ini kita sering terjebak untuk menilai kreatifitas melalui hasil
atau produk kreatifita. Padahal sesunggunya proses itu lebih penting ketimbang
hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreatifitas, bukan
berarti kita tidak boleh menilai hasil kreatifitas itu sendiri. Penilaian
tetap dilakukan, hanya saja ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam
menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatifitas tersebut dengan menggunakan
perspektif anak dan bukan menggunakan perspektif kita sebagai orang tua.
Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat
menyebutkan angka dari 1 sampai 10 apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau
cuma kaya’ begitu saya bisa !” Tentu saja satu hal yang tidak boleh dilupakan
dalam mengevaluasi prosos dan hasil kreatifitas adalah “Open Mind” atau
dengan “Pikiran yang terbuka”. Apalagi anak seringkali mengemukakan gagasannya
atau menelurkan suatu hasil kreatifitas yang tidak lazim. Setiap kali kita
mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan dan
juga penguatan. Dan begitu juga sebaliknya, jauhi celaan dan hukuman ...
agar anak kita tetap kreatif.
Tulisan diangkat dari Ummi 8/VI/ 1994
Oleh Asma Karimah