Namun tidak demikian halnya dengan penghias bibir seorang muslim. Bukanlah gincu yang menyolok warnanya hingga menarik orang yang melihat, tetapi penghias bibir itu adalah berdzikir dengan kalimat-kalimat thoyyibah (kalimat yang baik) yang juga merupakan salah satu tanda kepribadian muslim.
Kita dianjurkan berdzikir setiap saat, dari bangun hingga tidur kembali. Secara harfiah, arti dzikir adalah mengingat Allah dengan menyebut nama-nama-Nya. Insya Allah, dengan membiasakan lidah untuk mengucap kalimat-kalimat thoyyibah, akan semakin mempertinggi ma’rifat (pengetahuan) kita kepada Allah swt. Dengan dekat kepada Allah, hati jadi tenang.
Berikut ini adalah tujuh kalimat thoyyibah yang harus menjadi penghias bibir umat setiap waktu.
Kalimat ini sekaligus mengingatkan kita, bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, termasuk diri kita yang hina ini. Juga setiap perbuatan kita, hendaknya semua berada di garis yang ditetapkan Allah.
Dalam sebuah hadits Rasulullh menyatakan, „Bahwa setiap perbuatan baik yang tidak dimulai dengan kalimat basmalah, maka perbuatan itu tak berkah".
Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. 14:7)
Dengan mengucap kalimat ini setiap selesai melakukan satu pekerjaan kebaikan, manusia seakan menguatkan keyakinannya bahwa tak akan pernah terjadi sesuatupun tanpa campur tangan Allah. Jika sesuatu itu baik, dirasakan sebagai pertolongan Allah. Jika sesuatu itu kurang baik, tetap disyukuri dengan berkeyakinan bahwa itupun sudah lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Dan manakala seseorang telah terbiasa mengucap syukur untuk hal-hal yang kecil, maka ketika Allah menganugerahkan nikmat yang sedikit lebih besar, maka kenikmatan yang dirasakan orang tersebut akan berlipat ganda.
" Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui. (QS.3:135)
Sesungguhnya Maha Suci Allah Yang Maha Sempurna. Setelah Ia ciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang secara sunatullah bisa berbuat khilaf, sekaligus Ia berikan „obat" bagi kekhilafan tersebut. Bagi mereka yang pandai meminum obat ini, maka mereka tak akan terserang penyakit hati yang lebih serius. Allah Maha Pengampun, terutama bagi siapapun yang segera bertobat begitu sadar telah berbuat khilaf.
Umat Islam harus membasahkan bibir mereka dengan istighfar ini, sehingga noda-noda dosa yang sempat menempel sedikit demi sedikit setiap hari tidak segera bertumpuk menjadi nokhtah hitam yang tebal. Semakin lama noda-noda ini tertumpuk, akan menjadi semakin sulit untuk menghilangkannya. Maka benarlah bahwa kebanyakan kesalahan besar berawal dari kekeliruan-kekeliruan kecil yang tidak dibenahi.
Sayangnya, seringkali manusia terlambat menyadari kekhilafannya itu. Untuk menghindari keterlambatan tobat, maka dianjurkan untuk istiqomah mengucapkan dzikir ini setiap hari, terutama setelah sholat, walau dirasakan tak ada kesalahan yang diperbuat. Rasulullaah saw sendiri, yang sudah dijamin ma’shum (terjaga dari dosa), dalam sehari mengucap istighfar setidaknya 100 kali.
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Rabbmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini". (QS. 18:23-24)
Sayangnya, banyak orang mempergunakan kalimat ini secara keliru, hingga berkembang anggapan bahwa kalimat mulia ini diucapkan sebagai kelonggaran untuk tidak menepati janji. Perbuatan umum ini banyak menggejala dalam sebagian masyarakat, sehingga membuat banyak orang memandang negatif kalimat ini.
Adalah tanggung jawab kita bersama, kaum muslimin, untuk meluruskan pandangan ini. Dimulai dengan diri kita sendiri. Mari kita buktikan bahwa ucapan Insya Allah bukan berarti niat untuk melanggar. Akan tetapi sebagai ikatan janji yang sudah pasti akan ditepati secara logika manusia, disertai kepasrahan terhadap kehendak Allah yang sewaktu-waktu bisa membuyarkan rencana.
„ ... Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. 3:159)
Padahal, andai seseorang mengucapkan dzikir ini dengan mengupas hikmahnya, sungguh nikmat dan manfaatnya akan diperoleh tiada habis-habisnya. Karena penjabaran arti dari kalimat ini begitu luasnya. Dan manfaatnya pun bisa dirasakan di setiap waktu dan dalam kondisi apapun. Intinya satu : mengingat kebesaran Allah swt.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. 2:155-156)
Insya Allah, dengan membiasakan meresapi hikmat kalimat ini, kita menjadi lapang dada dalam menghadapi setiap peristiwa, seburuk apapun, yang sudah menjadi takdir kita. Semakin dalam seseorang menghayati hikmah dzikir ini semakin ringan dia menghadapi kehidupan yang berat ini, tanpa harus menghadapi stress dan depresi.
Sumber : Al Qur’an & As Sunnah; „Memelihara Kedamaian Hati", Sahid